Benarkah
Tahnik Termasuk Imunisasi Islami? - Tahnik, yaitu memberi makan kurma yang telah dikunyah lalu
dimasukkan ke dalam mulut bayi, termasuk di antara hal yang disunnahkan
dilakukan oleh orang tua ketika mendapati buah hati saat lahir. Sejumlah
tulisan telah menyebar dan membahas mengenai imunisasi yang dinisbatkan pada
Islam. Tahnik sampai disebut sebagai imunisasi alami. Bahkan ada yang sampai
mengatakan bahwa tujuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau hikmah
dari tahnik adalah sebagai imunisasi alami di mana bakteri dari mulut yang
mengunyah kurma akan masuk ke perut bayi sehingga mencetus imunitas alamiah.
Ada juga yang mengklaim, tahnik sebagai imunisasi yang islami. Pendapat ini
umumnya diusung oleh kelompok anti-vaksin untuk menolak vaksinasi.
Dalam tulisan ini, kami akan
membawakan beberapa penjelasan ulama mengenai hikmah tahnik. Dari
beberapa penjelasan ulama disimpulkan bahwa ternyata pernyataan “tahnik
adalah imunisasi dalam islam” tidak tepat. Berikut pembahasannya.
Pengertian Tahnik
Ibnu Hajar Al-Asqalani
rahimahullah menjelaskan pengertian tahnik,
“Tahnik ialah mengunyah sesuatu
kemudian meletakkan/ memasukkannya ke mulut bayi lalu menggosok-gosokkan ke
langit-langit mulut. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar bayi terlatih dengan
makanan, juga untuk menguatkannya. Yang patut dilakukan ketika mentahnik
hendaklah mulut (bayi tersebut) dibuka sehingga (sesuatu yang telah dikunyah)
masuk ke dalam perutnya. Yang lebih utama, mentahnik dilakukan dengan kurma
kering (tamr). Jika tidak mudah mendapatkan kurma kering (tamr), maka dengan
kurma basah (ruthab). Kalau tidak ada kurma, bisa diganti dengan sesuatu yang
manis. Tentunya madu lebih utama dari yang lainnya”.[1]
Hadits-Hadits Mengenai Tahnik
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim dari hadits Abu Burdah dari Abu Musa, dia berkata,
“Aku pernah dikaruniai anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau memberinya nama Ibrahim dan
mentahniknya dengan sebuah kurma (tamr).”[2]
Dari Anas Radhiallahu ‘anhu, dia
berkata:
“Dahulu anak Abu Thalhah dalam keadaan sakit. Abu Thalhah keluar rumah,
saat itu lalu anaknya meninggal dunia. Setelah pulang, Abu Thalhah berkata,
‘Apa yang dilakukan oleh anak itu?’ Ummu Sulaim menjawab, ‘Dia lebih tenang
dari sebelumnya.’ Kemudian Ummu Sulaim menghidangkan makan malam kepadanya. Selanjutnya
Abu Thalhah mencampurinya. Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata, ‘Tutupilah
anak ini.’ Dan pada pagi harinya, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam seraya memberitahu beliau, maka beliau bertanya, “Apakah
kalian bercampur tadi malam?’ ‘
Ya,’ jawabnya. Beliau pun
bersabda, ‘Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada keduanya.’
Maka Ummu Sulaim pun melahirkan seorang anak laki-laki. Lalu Abu Thalhah berkata kepadaku (Anas bin Malik), ‘Bawalah anak ini sehingga engkau mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
Maka Ummu Sulaim pun melahirkan seorang anak laki-laki. Lalu Abu Thalhah berkata kepadaku (Anas bin Malik), ‘Bawalah anak ini sehingga engkau mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya, ‘Apakah bersamanya ada sesuatu (ketika di bawa ke sini?’
Mereka menjawab, ‘Ya. Terdapat beberapa buah kurma.’ Kemudian Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengambil kurma itu lantas mengunyahnya, lalu mengambilnya
kembali dari mulut beliau dan meletakkannya di mulut anak tersebut kemudian
mentahniknya dan memberinya nama ‘Abdullah.”[3]
Dari Aisyah -radhiyallahu ‘anha-,
ia berkata, “Ada bayi laki-laki yang
didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau
mentahniknya. Kemudian bayi itu malah mengincingi Nabi -shallallahu ‘alaihi wa
sallam-. Lalu beliau memercikkan kencing tersebut dengan air.”[4]
Terdapat lafazh dalam Shahih
Muslim sebagai berikut,
Dari Aisyah, istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di datangkan kepada beliau beberapa
bayi kemudian beliau mendo’akan keberkahan atas mereka dan mentahnik mereka.
Lalu ada bayi yang dihadirkan kepada beliau, kemudian bayi itu kencing di
pangkuan beliau. Lantas beliau meminta air dan memercikkannya ke kencing bayi
tersebut dan beliau tidak sampai mencucinya.”
Mengenai hukum tahnik sendiri
adalah sunnah dan tidak menjadi amalan khusus untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Karena asalnya amalan yang beliau lakukan adalah untuk umatnya kecuali
jika ada dalil yang mengkhususkannya pada beliau (-ed).[5]
Hikmah Tahnik dan Penjelasan
Ulama
Di antara hikmah dilakukannya
tahnik supaya yang paling pertama masuk di perut bayi adalah sesuatu yang
manis, ditambahkan saat itu ada do’a untuk mengharapkan keberkahan.
Syaikh Muhammad Shalih Al
Munajjid hafizhohullah menjelaskan,
“Adapun hikmah dari tahnik
menggunakan kurma maka para ulama terdahulu berpendapat bahwa ini adalah sunnah
yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar yang paling pertama
masuk ke perut bayi adalah sesuatu yang manis. Oleh karena itu, dianjurkan
mentahnik dengan sesuatu yang manis jika tidak mendapatkan kurma.”[6]
Ulama yang lebih dahulu dari
Syaikh Ibnu Utsaimin juga menyatakan hal yang sama. Al Mawardi rahimahullah
berkata,
“Menurut ulama yang membolehkan
tahnik (bukan perbuatan khusus bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
saja, -pen), maka yang paling utama menurut mereka adalah menggunakan kurma.
Jika tidak ada maka dengan sesuatu yang manis. Inilah pendapat ulama
Syafi’iyyah dan Hanabilah.”[7]
Imam An-Nawawi rahimahullah
berkata,
“Tahnik dilakukan dengan kurma
dan hukumnya adalah sunnah (anjuran). Namun andai ada yang mentahnik dengan
selain kurma, maka sudah dianggap pula sebagai tahnik. Akan tetapi, tahnik
dengan kurma lebih utama.”[8]
Ibnu Hajar Al Asqalani
rahimahullah juga menjelaskan,
“Yang lebih utama (ketika)
mentahnik ialah dengan kurma kering (tamr). Jika tidak mudah mendapatkan kurma
kering (tamr) maka dengan kurma basah (ruthab) . Dan kalau tidak ada kurma
dengan sesuatu yang manis dan tentunya madu lebih utama dari yang lainnya
(kecuali kurma)”.[9]
Hikmah mengapa tahnik harus
dengan yang manis sebenarnya telah terungkap dalam ilmu kedokteran. Berikut
penelitian penelitian dokter spesialis, dr. Muhammad Ali Al Baar. Ringkasan
perkataan beliau sebagai berikut:
Sesungguhnya kandungan zat gula
“glukosa” dalam darah bayi yang baru lahir adalah sangat kecil. Jika bayi yang
lahir beratnya lebih kecil maka semakin kecil pula kandungan zat gula dalam
darahnya. Oleh karena itu, bayi prematur (lahir sebelum dewasa), beratnya kurang
dari 2,5 kg, maka kandungan zat gulanya sangat kecil sekali, di mana pada
sebagian kasus malah kurang dari 20 mg/100 mL darah. Adapun anak yang lahir
dengan berat badan di atas 2,5 kg, maka kadar gula dalam darahnya biasanya di
atas 30 mg/100 mL.
Kadar semacam ini berarti (20
atau 30 mg/100 mL darah) merupakan keadaan bahaya dalam ukuran kadar gula dalam
darah. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya berbagai penyakit:
1.
Bayi menolak
untuk menyusui,
2.
Otot-otot
melemas,
3.
Berhenti
secara terus-menerus aktivitas pernafasan dan kulit bayi menjadi kebiruan;
4.
Kontraksi
atau kejang-kejang[10]
Tujuan Tahnik Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah Imunisasi?
Setelah mengetahui hikmah tahnik
melalui penjelasan para ulama, maka kita dapati tidak ada yang menyatakan bahwa
hikmah tahnik adalah sebagai imunisasi alami, atau semisal meningkatkan
kemampuan tubuh untuk untuk melawan penyakit. Apalagi menyatakan bahwa tujuan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah imunisasi, maka ini perlu dalil
dan kita tidak mendapati dalil tersebut. Kita seharusnya berhati-hati karena
berkata dusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat ancaman
keras. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa berdusta atas namaku, maka bersiap-siaplah menempati
tempat duduknya di neraka’”[11]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda,
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta atas
nama orang lain. Karena barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja,
maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya dari neraka.”[12]
Bukan Hanya Tahnik, Tetapi Juga
Ditambah Mendo’akan
Ada ulama juga yang berpendapat
bahwa tahnik sebenarnya adalah mendoakan dan mengharap berkah. Jadi tidak hanya
tahnik saja tetapi harus disertai dengan mendoakan bayi tersebut.
Syaikh Ihsan bin Muhammad Al
‘Utaibi berkata,
“Yang tepat, orang yang melakukan
tahnik juga mendoakan keberkahan bagi bayi tersebut, sebagaimana dalam hadits
di shahih Bukhari (10: 707) pada hadits Abu Musa Al Asy’ari dan di Shahih
Muslim (3: 193) dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, ‘Nabi -shallallahu
‘alaihi wa sallam mendoakan keberkahan bagi mereka’.”[13]
Ibnu Hajar Al Asqalani
rahimahullah menjelaskan doa yang dibaca,
“Maksud mentahnik adalah
meletakkan dalam mulut bayi kurma, kemudian menggosoknya, kemudian mendoakannya
yaitu berdoa, “Baarakallahu fiihi (semoga berkah Allah diberikan untuknya)”,
atau “Allahumma baarik fiihi (Ya Allah, berkahilah dia).”[14]
Apakah Bakteri dalam Mulut
Merangsang Imunitas Alami?
Salah satu teori yang diusung
oleh mereka yang menyatakan bahwa tahnik adalah imunisasi alami yaitu bakteri
dari mulut orang yang mentahnik akan berpindah ke perut bayi kemudian
merangsang imunitas alami. Sebagaimana teori imunisasi yaitu memaparkan antigen
seperti bakteri yang dilemahkan atau yang dimatikan. Ini perlu penelitian
dan pembuktian ilmiah. Dan jika benar maka bayi tersebut hanya kebal terhadap
bakteri di mulut bukan dengan bakteri penyakit yang lain. Wallahu ‘alam.
Demikian pembahasan dari kami.
jika ada saran, masukan dan kritik yang bersifat membangun harap disampaikan
kepada kami. Mungkin masih ada ilmu yang belum sampai kepada kami. Semoga
bermanfaat.
Disempurnakan di Lombok, Pulau
seribu masjid
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
[1] Fathul Baari, Ibnu Hajar Al
Asqolani, terbitan Darul ma’rifah-Beirut, tahun 1379 H, 9: 558.
[2] Dikeluarkan oleh Al-Bukhari
(5467 Fathul Bari) Muslim (2145 Nawawi), Ahmad (4/399), Al-Baihaqi dalam
Al-Kubra (9/305) dan Asy-Syu’ab karya beliau (8621, 8622)
[3] Muttafaq ‘alaih, HR. Bukhari
no. 5470 dan Muslim no. 2144.
[4] HR. Bukhari no. 5468 dan
Muslim no. 286. Lafazh hadits ini adalah lafazh Bukhari.
[5] Sebagian ulama saat ini yang
Editor pernah dengar langsung membatasi tahnik hanya khusus untuk Nabi
-shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Yang berpendapat demikian di antaranya adalah
Syaikhuna Syaikh Sholih bin Fauzan Al Fauzan dan Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy
Syatsri. Semoga Allah menjaga dan memberkahi umur mereka berdua.
[6] Dinukil dari Fatwa Al Islam
Su’al wal Jawab no. 102906.
[7] Al Inshaf lil Mawardi 4: 104.
Dinukil dari web ferkous di sini.
[8] Syarh Muslim, Imam Nawawi,
terbitan Dar Ihya’ At Turost-Beirut, cetakan kedua, tahun 1392 H, 14: 124.
[9] Fathul Baari, 9: 558.
[10] Dinukil dari Fatwa Al Islam
Su’al wal Jawab no. 102906
[11] Hadits mutawatir, HR.
Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 3.
[12] HR. Al-Bukhari no. 1291 dan
Muslim no. 4.
[13] Sumber:
http://www.saaid.net/Doat/ehsan/140.htm
[14] Fathul Baari 7: 248.
Sumber:
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/benarkah-tahnik-termasuk-imunisasi-islami.html